Senin, 31 Agustus 2009

ramadhan sia-sia tanpa fokus

Sepertimana yang telah kita ketahui, bulan Ramadhan ada kelebihannya yang tersendiri yang tidak dapat di dalam bulan-bulan lain disamping tuntutan melaksanakan ibadah berpuasa yang menjadi trademark bulan Ramadhan. Kelebihan yang ada merupakan salah satu daripada banyak-banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita diantaranya, Allah menjadikan setiap bulan-bulan Islam itu ada kelebihan dan ceritanya yang tersendiri. Bagi bulan Ramadhan, ibadah puasa dan ibadah-ibadah lain yang dilakukan akan mendapat ganjaran pahala berganda. Ianya juga menjadi titik tolak kepada keberjayaan seseorang dalam mencapai pangkat 'muttaqin' sebagaimana yang disebutkan di dalam firman Allah s.w.t :


"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (Surah Al-Baqarah, ayat ke-183).



Ya ! Taqwa menjadi kayu ukur kepada pencapaian seseorang itu sebagai hamba Allah. Tanpa taqwa , hidup seribu tahun pun ia tetap tidak berguna. Maka apakah kunci taqwa? Salah satu jawapan yang boleh saya kongsi ialah 'fokus'. Sebenarnya setiap ibadah yang dilakukan samaada di dalam bulan Ramadhan mahupun diluar bulan Ramadhan perlu kepada fokus. Ibaratnya seperti pertandingan menembak. Mata yang memerhati objek itu tidak boleh hilang fokusnya. Sekiranya si penembak gagal mengawal matanya serta anggotanya supaya sentiasa di dalam keadaan fokus, maka objek yang ditembak pasti tidak mengena. Maknanya di sini, fokus boleh diterjemahkan dengan beberapa maksud.


Diantaranya ialah khusyu' dan kata kuncinya ialah sebagaimana sabda Nabi s.a.w:"Engkau beribadah seolah-olah engkau melihat Allah, maka sekiranya engkau tidak dapat melihatnya, sesungguhnya Allah melihat kamu."


Di awal surah Al-Mukminun, ada menyatakan bahawa fokus itu merupakan salah satu kunci yang membawa kepada kejayaan.


"Berjayalah orang-orang yang beriman. Iaitu mereka yang khusyu' di dalam solatnya."


Jika kita lihat, semasa bulan Ramadhan, antara ibadah-ibadah utama yang dituntut untuk dilaksanakan ialah berterawih, membaca Al-Quran dan bersedekah. Maka, yang dikatakan pahala amalan akan digandakan ketika bulan Ramadhan adalah bergantung kepada kualiti dan kuantitinya. Kalau terawih kuantiti rakaatnya banyak akan tetapi fokusnya sedikit , maka ganjarannya berdasarkan apa yang dilaksanakan. Apatah lagi, kalau tiada fokus lansung, maka ibadah tersebut menjadi sia-sia.


Saya kadang-kadang terfikir, apakah matlamat kita sebenarnya? Kalau kita kata, kita inginkan keampunan, maka keampunan itu tidak akan diperolehi tanpa fokus.Contohnya, fokus kita hilang ketika berpuasa atau ketika menunaikan solat terawih. Kita mengisi waktu puasa kita dengan perkara sia-sia bahkan lebih teruk lagi kita tuliskan di buku catatan amalan puasa kita dengan perkara-perkara dosa. Sedangkan, jika keampunan adalah matlamat kita, maka fokuslah kearahnya. Manakala solat yang tidak khusyuk itu sebenarnya tidak lebih hanya menyakitkan pinggang kita dan melenguhkan sendi-sendi kaki yang menahan bebanan berat badan. Maka solat kita musnah tanpa sebarang kesan akibat tiada fokus atau kekhusyukan.


Mungkin ada diantara kita, pernah melalui situasi ini, maka beristighfarlah. Saya yakin, syaitan pasti menyukainya. Diantara janji syaitan ialah mereka ingin melihat manusia berada di dalam keadaan faqir. Iaitu faqir pahala manakala sebaliknya mereka berjanji untuk menjadikan kita orang yang kaya dengan dosa. Bulan Ramadhan adalah bulan jihad. Orang kata syaitan tidak ada, tapi kita tahu nafsu masih ada dan takkan melepaskan kita kecuali maut telah tiba. Dan disitulah peranan jihad.



Jihad juga memerlukan fokus kerana jihad tidak terjadi andai tiada ujian dan cabaran. Maka, nafsu adalah cabaran utama bagi orang yang berpuasa. Contoh fokus di dalam jihad ialah, tidak membiarkan minda kita dikuasai kehendak nafsu yang mengurangkan atau menghilangkan pahala puasa ketika kita menurut kehendaknya yang tidak pernah puas. Puasa adalah perisai. Maka fokus adalah perlu bagi memperolehi puasa yang bermakna. Kalau hampir 14 jam kita menahan lapar dalam sehari, janganlah dengan sekelip mata di waktu berbuka, kita menjadi gelojoh. Sebaiknya berbukalah dengan cara sederhana supaya fokus kita berterusan tanpa gangguan nafsu yang sentiasa menggoda.


Oleh sebab itu perut yang lapar dapat menajamkan fikiran manakala perut yang kenyang adalah sebaliknya. Pengalaman berbuka puasa di dalam bulan Ramadhan adakalanya tidak membawa erti apa-apa jika tidak bersederhana. Natijahnya apabila tiba waktu menunaikan solat terawih, kita gagal memberi fokus melainkan hanya merelakan anggota digerak-gerakkan penuh paksa.


Allah s.w.t berfirman :


"Celakalah bagi orang-orang yang sembahyang, iaitu orang-orang yang lalai di dalam sembahyang mereka." (Surah Al-Ma'uun : ayat ke-4 & 5).


Bagi diri saya, saya menyedari hal ini kerana adakalanya atau sering saja kita hilang fokus ketika bersolat begitu juga keadaannya ketika berpuasa. Sebenarnya tulisan ini, adalah untuk kita bersama lebih-lebih lagi diri saya. Maka, istighfar dan taubatlah sebagai jalan penghapus dosa. Iaitu dosa di atas fokus yang hilang dan dosa maksiat yang telah dilakukan. Ingatlah bahawa bulan Ramadhan juga adalah bulan taubat dan pengampunan.


"Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR Bukhari, no. 1901; Muslim, no. 760).


Maka, fokus menjadi aset menuju taqwa. Ramadhan yang dilalui akan menjadi sia-sia tanpa fokus. Bersama jadikan madrasah Ramadhan sebagai momentum perubahan.

Sabtu, 29 Agustus 2009

tanda - tanda iman sedang lemah

1. Ketika Anda sedang melakukan kedurhakaan atau dosa. Hati-hatilah! Sebab, perbuatan dosa jika dilakukan berkali-kali akan menjadi kebiasaan. Jika sudah menjadi kebiasaan, maka segala keburukan dosa akan hilang dari penglihatan Anda. Akibatnya, Anda akan berani melakukan perbuatan durhaka dan dosa secara terang-terangan.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri yang si saat mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman.” (Bukhari, hadits nomor 2295 dan Muslim, hadits nomor 86)


2. Ketika hati Anda terasa begitu keras dan kaku. Sampai-sampai menyaksikan orang mati terkujur kaku pun tidak bisa menasihati dan memperlunak hati Anda. Bahkan, ketika ikut mengangkat si mayit dan menguruknya dengan tanah. Hati-hatilah! Jangan sampai Anda masuk ke dalam ayat ini, “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (Al-Baqarah: 74)



3. Ketika Anda tidak tekun dalam beribadah. Tidak khusyuk dalam solat. Tidak menyimak dalam membaca Al-Qur’an. Melamun dalam doa. Semua dilakukan sebagai rutinitas dan refleksi hafal karena kebiasaan saja. Tidak berkonsentrasi sama sekali. Beribadah tanpa ruh. Ketahuilah! Rasulullah saw. berkata, “Tidak akan diterima doa dari hati yang lalai dan main-main.” (Tirmidzi, hadits nomor 3479)



4. Ketika Anda terasa malas untuk melakukan ketaatan dan ibadah. Bahkan, meremehkannya. Tidak memperhatikan shalat di awal waktu. Mengerjakan shalat ketika injury time, waktu solat sudah mau habis. Menunda-nunda pergi haji padahal kesihatan, waktu, dan biaya ada. Menunda-nunda pergi soalat Jum’at dan lebih suka barisan solat yang paling belakang. Waspadalah jika Anda berprinsip, datang paling belakangan, pulang paling duluan. Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Masih ada saja segolongan orang yang menunda-nunda mengikuti saff pertama, sehingga Allah pun menunda keberadaan mereka di dalam neraka.” (Abu Daud, hadits nomor 679)
Allah swt. menyebut sifat malas seperti itu sebagai sifat orang-orang munafik. “Dan, apabila mereka berdiri untuk solat, mereka berdiri dengan malas.”



5. Ketika hati Anda tidak merasa lapang. Dada terasa sesak, perangai berubah, merasa sumpek dengan tingkah laku orang di sekitar Anda. Suka memperkarakan hal-hal kecil lagi remeh-temeh. Ketahuilah, Rasulullah saw. berkata, “Iman itu adalah kesabaran dan kelapangan hati.” (As-Silsilah Ash-Shahihah, nomor 554)





6. Ketika Anda tidak tersentuh oleh kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Tidak bergembira ayat-ayat yang berisi janji-janji Allah. Tidak takut dengan ayat-ayat ancaman. Tidak tenang dikala mendengar ayat-ayat perintah. Biasa saja saat membaca ayat-ayat pensifatan kiamat dan neraka. Hati-hatilah, jika Anda merasa bosan dan malas untuk mendengarkan atau membaca Al-Qur’an. Jangan sampai Anda membuka mushaf, tapi di saat yang sama melalaikan isinya.
Ketahuilah, Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. ” (Al-Anfal:2)





7. Ketika Anda melalaikan Allah dalam hal berzikir dan berdoa kepada-Nya. Sehingga Anda merasa berzikir adalah pekerjaan yang paling berat. Jika mengangkat tangan untuk berdoa, secepat itu pula Anda menangkupkan tangan dan menyudahinya. Hati-hatilah! Jika hal ini telah menjadi karakter Anda. Sebab, Allah telah mensifati orang-orang munafik dengan firman-Nya, “Dan, mereka tidak menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali.” (An-Nisa:142)





8. Ketika Anda tidak merasa marah ketika menyaksikan dengan mata kepala sendiri pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan Allah. Ghirah Anda padam. Anggota tubuh Anda tidak tergerak untuk melakukan nahyi munkar. Bahkan, raut muka Anda pun tidak berubah sama sekali.
Ingatlah, pesan Rasulullah saw. ini, “Barangsiapa di antara kalianyang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Kalau tidak sanggup, maka dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemahnya iman.” (Bukhari, hadits nomor 903 dan Muslim, hadits nomor 70)





9. Ketika Anda gila hormat dan suka publikasi. Gila kedudukan, ngebet tampil sebagai pemimpin tanpa dibarengi kemampuan dan tanggung jawab. Suka menyuruh orang lain berdiri ketika dia datang, hanya untuk mengenyangkan jiwa yang sakit karena begitu gandrung diagung-agungkan orang. Narsisbanget!
Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman:18)
“Jika kamu sekalian menghendaki, akan kukabarkan kepadamu tentang kepemimpinan dan apa kepemimpinan itu. Pada awalnya ia adalah cela, keduanya ia adalah penyesalan, dan ketiganya ia adalah azab hati kiamat, kecuali orang yang adil.” (Shahihul Jami, 1420).
Untuk orang yang tidak tahu malu seperti ini, perlu diingatkan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi, “Iman mempunyai tujuh puluh lebih, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah ucapan `Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu dari jalanan. Dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (Bukhari, hadits nomor 8, dan Muslim, hadits nomor 50)



10. Ketika Anda bakhil dan kikir. Ingatlah perkataan Rasulullah saw. ini, “Sifat kikir dan iman tidak akan bersatu dalam hati seorang hamba selama-lamanya. ” (Shahihul Jami’, 2678)
dipetik dari dakwatuna.com

malam 7 likur

Malam tujuh likur, adalah sepuluh malam terakhir dalam bulan Ramadan. Kebiasaannya lampu-lampu pelita akan dipasang untuk menyerikan halaman rumah. Bersempena dengan itu, konsep cahaya pelita diadaptasikan sebagai satu simbol ‘NUR’ yang menerangi sebuah kehidupan.

Bagi sesetengah masyarakat, tanggal 26 ramadan adalah detik paling penting kepada mereka. Teringat zaman kanak-kanak, hari ke 26 dan malam ke 27 dipanggil malam tujuh likur. Itu mungkin hanya panggilan orang Melayu pantai timur, yang lebih tepat ia mungkin dimaksudkan dengan malam penuh berkat iaitu malam lailatul qadar. Walaupun kurang mengerti lagi ketika zaman kanak-kanak erti malam qadar, namun ia seolah-olah sudah ditunggu-tunggu oleh kami sebagai kanak-kanak. Kanak-kanak amat kuat kepercayaannya jika dididik dan diasuh oleh ibubapanya. Menunggu malam tujuh likur untuk menadah tangan berdoa kepada Allah taala menjadi kelaziman mereka yang mempunyai impian. Tidak kurang juga masyarakat Arab, teringat ketika berada di bumi Madinah dan Mekah, malam 27 adalah malam yang dipenuhi oleh orang ramai. Di Masjidil Haram ada yang solat diatas escalator. Tidakkah ini menggambarkan kepercayaan masyarakat terlalu kuat tentang malam ke 27.
Tetapi, adakah benar malam tujuh likur atau malam ke 27 ramadan adalah malam lailatul qadar yang sangat ditunggu-tunggu?




Sebenarnya para sarjana Islam silam telah berselisih pandangan dalam menentukan bilakah malam lailatulqadar. Cuma dikesempatan ini, penulis hanya ingin berkongsi maklumat bahawa ada ulama yang menegaskan bahawa malam ke 27 adalah paling diharap-harapkan menjadi malam qadar. Daripada Ibn Umar r.a bahawa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda :

ليلة القدر ليلة سبع وعشرين

Maksudnya : “lailatul qadar ialah malam ke 27” (Direkodkan oleh Imam Ahmad 4793 daripada hadis Ibn Umar dengan sanad sahih, dan Abu Dawud1386 daripada hadis Mu’awiyah bin Abi Sufyan)
Imam Muslim merekodkan (762) daripada Ubay bin Kaab r.a. bahawa beliau pernah bersumpah mengatakan malam 27 adalah malam lailatul qadar. Begitu juga Ibn Abi Shaibah meriwayatkan daripada Zurr bahawa beliau pernah ditanya tentang lailatul qadar, maka jawabnya : “Adalah Umar, Huzaifah dan sebahagian sahabat tidak menyesyaki lagi bahawa malam 27 adalah lailatul qadar” (al-Durr al-Manthur, tafsir surah al-Qadr)

Jika kita mengkaji surah al-Qadr, perkataan فيها (fiha) dalam ayat ( تنزل الملائكو والروح فيها) adalah perkataan yang ke 27 daripada surah tersebut. Ada juga ulama yang mengistinbatkan malam qadar pada malam 27 melalui kaedah perkiraan atau matematik. Kalimah ليلة لبقدر mengandungi 9 huruf. Ia disebut sebanyak 3 kali dalam surah al-Qadr. Maka 9×3 = 27. Namun cara ini tersangat jauh untuk dijadikan pegangan dan sandaran. Terlalu takalluf, jadi tidak perlu dipegang sangat cara-cara seperti ini.
Antara dalil-dalil syarak yang boleh dijadikan hujah ialah kisah seorang lelaki yang bermimpi melihat malam qadar pada malam 27 ramadan, lantas Nabi bersabda :


أرى رؤياكم في العشر الأواخر فاطلبوها في الوتر منها


Maksudnya : “Aku melihat mimpi-mimpi mu pada sepuluh terakkhir maka carilah nya pada malam-malam witir daripadanya”. (Bukhari 2015)
Kesimpulannya pada pandangan saya, melihat kepada kisah ini, Nabi s.a.w. tidak mengiyakan bahawa malam 27 adalah malam qadar tetapi Nabi lebih cenderung menggalakkan umatnya mencari lailatul qadar pada malam-malam witir daripadanya. Adapun malam ke 27, mungkin ia adalah biasa berlaku (wallahualam) dan kadang kala boleh berlaku pada malam ke 21 seperti hadis Abi Said al-Khudri bahawa Nabi s.a.w. sujud pada pagi 21 atas tanah becampur air (في ماء وطين). Dan mungkin boleh berlaku malam-malam lain.
Apa yang perlu dikejar dan dilakukan oleh seseorang yang bergelar mukmin ialah merebut peluang yang masih berbaki ini. Perbanyakkanlah ibadat, solat, zikir dan doa seperti doa yang diajar oleh nabi kepada Aisyah r.ah.

اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني

Begitu juga setiap diri orang-orang Islam tidak wajib bagi seseorang itu mengetahui bahawa dia telah berjaya berjumpa lailatul qadar. Ini kerana yang wajib ialah kesungguhan dan keikhlasannya dalam melakukan ibadat sama ada ia mengetahui malam tersebut lailatul qadar atau tidak. Boleh jadi ia tidak mengetahui malam tersebut malam qadar, tetapi ia bersungguh-sungguh dan ikhlas dalam ibadat. Oleh itu, teruskan usaha anda…….usaha dan usaha…..

Minggu, 23 Agustus 2009

makna sebuah kemenangan

menang arti sangat meluas apabila diartikan sebagai kemerdekaan negeri kita tercinta bagi kita merdeka dari segala hal yang pernah menindas kita sangat lah hal yang amat kejam sekejam org yg membantai kita di waktu kita tidur ... arti kemenangan sangat dalam makna yg sulit terukir .. itu melambangakan makna sebuah perjuangan bangsa dalam melawan penjajahan di indonesia kita tercinta.. mari kt jaga sebuah kemenangan yang telah direbut susah payah oleh para pahlawan kita jangan kita menjajah bangsa sendiri mari bersatu kita melanjutkan perjuangan bagi bangsa kita tercinta ini.. salam kemerdekaan